South Jakarta – Penyanyi, produser, penulis lagu, dan multi-instrumentalis Chris LaRocca merilis single terbarunya “last pair of boots in town”, jelang perilisan EP ‘dog years’ yang akan hadir pada 3 Oktober di bawah Red Bull Records/Wonderchild.
“last pair of boots in town” mengangkat tema siklus hubungan toksik yang berulang. Meski dikelilingi banyak orang mulai dari teman dekat hingga rekan musisi, lagu ini justru menangkap momen ketika Chris merasa paling sendiri.
Seperti karya-karya sebelumnya, lagu ini menghadirkan lirik reflektif dengan nuansa melankolis yang berpadu dengan perasaan ih Aransemen minimalis memberi ruang penuh bagi kata-katanya. Lebih dari sekadar lagu sedih, “last pair of boots in town” adalah perjalanan Chris LaRocca untuk melepaskan dan menerima kenyataan bahwa sebagian orang memang tidak akan berubah.
Mengenai latar belakang lagu ini, Chris LaRocca berbagi: “‘last pair of boots in town’ bukan sekadar lagu patah hati, lagu ini tentang perasaan menjadi pelampiasan terakhir sekaligus tempat aman bagi seseorang yang telah melalui hubungan yang toxic. Terkadang ketika kita begitu terjebak dalam hubungan cinta kita sendiri, meskipun kita tahu itu sudah tidak sehat, bagaimana pun perlakuan mereka kepada kita, mereka tahu kita akan selalu ada. Awalnya aku menulis lagu ini terinspirasi pengalaman teman, tapi setahun kemudian aku justru mengalaminya sendiri. Itu sebabnya lagu ini terasa begitu berarti bagiku karena perasaan ini universal dan menyakitkan. Aku ingin lagu ini jadi ruang aman bagi siapa pun yang merasa relate, agar tahu mereka tidak sendirian.”
Menjelang perilisan EP ‘dog years’, “last pair of boots in town” memperlihatkan sisi lain dari eksplorasi musik Chris LaRocca. Sejak merilis “ladybug” di awal tahun ini, ia terus menghadirkan warna-warna baru yang bisa pendengarnya nantikan dalam proyek EP terbarunya nanti.
Tentang Chris LaRocca
Sebelum dikenal sebagai seorang solois dan produser musik, Chris LaRocca merupakan bagian dari skena DIY Toronto, kerap tampil di basement gigs penuh keringat di berbagai penjuru Amerika Utara bersama band post-hardcore-nya. Seiring berakhirnya babak tersebut, LaRocca mulai berpindah dari panggung ke balik layar, menjelma menjadi produser musik dan kolaborator penulis lagu yang dicari oleh nama-nama besar seperti Kali Uchis, Bryson Tiller, Russ, hingga Stray Kids.
Bakatnya kemudian menarik perhatian produser pemenang JUNO Awards dan nomine GRAMMY, WondaGurl. LaRocca pun bergabung dalam musisi dibawah label Wonderchild milik sang produser, yang bernaung di bawah Red Bull Records. Album perdananya, ‘i cried my eyes out’, memuat lagu “linger” yang ia visualisasikan menjadi film pendek emosional dan indah hingga meraih penghargaan Cannes Lion dan pujian dari berbagai festival.
Meski telah melangkah jauh dari akar DIY-nya, LaRocca merasa ada sisi dalam dirinya yang rindu pada musik yang benar-benar merefleksikan siapa dirinya. Kerinduan itulah yang melahirkan ‘dog years’, EP terbarunya. Dalam proses pembuatan selama satu tahun, yang terasa seperti tujuh tahun penuh pertumbuhan dan tantangan pribadi. LaRocca memutuskan pindah dari Toronto ke pedalaman Kanada untuk menjelajahi suara Americana dan nuansa akar musik yang selama ini memanggilnya.
Bekerja sama dengan nama-nama ternama seperti Daniel Lanois (Neil Young, Bob Dylan), Matt DeLong dan Ben Cook (No Warning), Jahson Paynter, serta Dave Marcus (21 Savage, Rico Nasty), LaRocca tampil lebih percaya diri mengeksplorasi genre baru sekaligus menggali sisi personalnya lebih dalam. ‘dog years’ menjadi semacam time-lapse yang merekam tumbuh-kembang relasinya, sekaligus surat cinta yang ditujukan pada dirinya sendiri.
Chris terus membangun basis pendengar di Asia Tenggara, dengan Indonesia di posisi #3, Filipina di #4, Thailand di #5, Taiwan di #7, dan Malaysia di #10 sebagai negara dengan jumlah streaming terbanyak secara global.
(SPR)